Musuh dalam Diri

Kegiatan Belajar Mengajar SMP Cahaya Rancamaya

Belasan gelak tawa mengisi kesunyian asrama pada malam hari saat anak-anak lain bercerita tentang masa SDnya, dibalik ramainya belasan tawa menyelinap obrolan Beny dan kak Rahman yang masih saja sibuk mengobrol menghiraukan kegaduhan di asrama tersebut. Mereka berdua tampak seperti adik dan kakak yang sedang berbicara hangat, pasti ada saja obrolan dari mereka berdua seakan topik mereka bagaikan samudra yang airnya tak kan habis.

Hari-hari berlalu begitu cepat pertemanan mereka Beny sangatlah berlebihan ia seakan melupakan perbedaan jarak usianya dengan kak Rahman. Kak Rahman selaku ketua kamar kelamaan sudah mulai muak dengan prilaku Beny yang akhir-akhir ini mulai tidak sopan dengannya.

“Man-man Rahman gua minta saos ya?” Ucap Beny yang sedang membangunkan kak Rahman.

“Jangan Ben udah mau abis.” Suara kantuk kak Rahman sangat jelas terdengar.

“Pelit lu.” Seketika itu Beny langsung menarik paksa loker kak Rahman, sesaat setelah dia membuka paksa pintu loker itu. “Prang….” Kak Rahman sontak bangun wajah nya seketika merah, ia turun dari kasurnya lalu memukul keras lemarinya sambil menghiraukan potongan-potongan kaca tajam tersebut.

“Apa mau kau Beny, gak ada hormat-hormatnya sama kakak kelas sopan dikit kek manggil langsung nama.” Semua perhatian anggota kamar yang ada terpaku kepada Beny dan kak Rahman. “kamu Mau jadi jagoan.” Kak Rahman menggenggam kerah baju Beny dan melemparnya bersebelahan dari serpihan beling tersebut.

Kak Ranhman langsung meninggalkan kamarnya dan membanting pintu kamar dengan keras. “Palingan ntar malem juga balik.” Ucap  Beny dalam hati.

Kejadian sore tadi masih membuat Beny takut, nyatanya kak Rahman tidak kembali kekamarnya, dia khawatir ia melapor ke guru tapi nyatanya kak Rahman melakukan yang lebih parah dari yang diperkirakan Beny, ia sebenarnya hanya ingin Beny meminta maaf tetapi Beny tak kunjung menyadari kesalahannya.

Keesokan paginya ada yang sangat berbeda yaitu kegiatan kak Rahman yang selalu membangunkan anggota kamarnya, walau dia tetap membangunkannya tapi tidak untuk Beny, kak Rahman bahkan membiarkannya terlelap dalam tidurnya, Beny pun harus terkena hukuman karna ia terlambat.

Kak Rahman seakan tidak puas dengan hukumannya, di pagi harinya banyak anak SMA yang mengetahui hal itu dan banyak diantara mereka yang menyindir Beny. Meraka semua tahu karena kak Rahman terlanjur menceritakannya karna terbawa emosi.

“Eh bang loker kakak kelas  jangan dijebol dong.” Ucap anak SMA yang sok ikut campur masalah itu.

“Apaan sih bang gak jelas lu.” Ucap Beny di ruang makan dengan perasaan yang masih bingung dengan perkataan anak-anak SMA itu.

Beberapa jam setelah kejadian di ruang makan tersebut Beny memutuskan untuk jajan ke kantin, kebetulan sekali anak-anak SMA sedang jajan disana, seketika anak-anak itu terpaku menatap Beny.

“Woy-woy awas minggir-minggir bang-bangan mau lewat, kasih jalan dong.” Ucap Rami, anak kelas 11 SMA yang membuat Beny tersadar akan hal itu.

Ada kesalah pahamn yang terjadi karean kejadian itu. Dan kejadian itu  menjadi awal mula kekesalan Beny terhadap kak Rahman. Pada awalnya Beny ingin meminta maaf sepulang sekolah tapi keputusan itu pun kandas karna Beny sudah terlanjur emosi.

Dua hari berselang para anggota kamar meminta kak Rahman untuk kembali kekamar tetapi kak Rahman tidak mau balik selagi Beny belum meminta maaf. Beny yang mendengar perkatan tersebut dari luar malah semakin kesal karna menurutnya kejadian tersebut sudah impas dengan apa yang kak Rahman dan temannya sekelasnya lakukan.

Hari-hari berlalu ocehan anak-anak SMA itu semakin menjadi. Beny semakin lama ia mulai merasa tidak tenang, dan ia pun meminta bantuan kepada pak Wira agar masahnya dapat terselesaikan dengan cepat.  

Beny seketika itu langsung mencari pak Wira untuk mnyelesaikanya mereka berdua akhirnya dipertemukan oleh pak Wira kak Rahman diminta untuk memberi penjelasan terkait hal tersebut. Disini posisi Beny jelas salah tetapi ia tidak mau mengakuinya karna Beny menggap kak Rahman juga membalasnya, bahkan melebih lebih parah dan membuatnya dibully oleh anak-anak SMA.

“Beny coba kamu sini, dan Rahman kamu sekarang boleh melanjutkn aktivitas.” Tanpa banyak bebicara Kak Rahman langsung keluar ruangan itu. “beny jadi bapak sudah dengar cerita dari Rahman, sebenrnya ini semua tergantung pada kamu sendiri, kalau kamu meminta maaf semuanya pasti selesai.”

  “tapikan pak…” Belum sempat menjelaskan, perkataan Beny langsung dipotong kembali oleh pak Wira.

“Tunggu sebentar biarak bapak ngejelasin dulu.” Ucap Pak Wira . “bapak tahu kamu mau bicara apa, pasti kamu menganggapnya sudah ipas bukan?” Beny mengangguk. “jadi gini Beny kalau bapak tanya kamu jago futsal kamu pasti menjawab iya, kamu dengan mudah mengalahkan lawan tapi coba sekarang kalau bapak tanya bisa gak kamu mengalahkan emosimu, gengsi, dan yang ada di dalam diri kamu pas jawabanya tidak.”

“Nggak kok pak saya bisa.” Beny dengan percaya diri membalasnya.

“Coba sekarang kamu buktikan, sekarang kamu aja gak bisa ngalahin keegoisan kamu sendiri. Kalau kamu bisa pasti kamu sudah minta maaf dari kemrin-kemarin, terus kenapa kamu gak minta maaf? Masih Gensi? Inget ini semua kamu yang mulai. Inget kata soekarno ‘lebih sulit melawan bangasa sendiri dari pada melawan para penjajah.’ Itu menandakan pasti lebih sulit melawan diri kamu sendiri ketimbang melawan orang lain.” Selesai sudah perbincangan tersebut, Beny diminta oleh pak wira untuk meminta maaf kepada kak rahman.

Beny langsung keluar dari raungan tersebut ia langsung mencar kak rahman dan ia meminta maaf dan menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi. Kak rahman menerima permitaan maaf tersebut dan mencoba melupakan masalah yang terjadi. Semakin hari sudah tiadak ada yang mengejek beny dan beny sedah terlepas dari bayang-bayang kakak kelas lagi. Tetapi ingat masih ada tugas penting untuk beny yaitu mengalahkan musuh dalam dirinya sendiri.

(Karya: Darren Audris Baihaqi)

Share
×
Assalamualaikum

Terima kasih telah berkunjung ke website Cahaya Rancamaya Islamic Boarding School. Silakan klik nama di bawah.

× Tanya Kami