Menilik Konsep Kedermawanan ala Turki Usmani

  • Ini berapa harganya?
  • Buat kamu, nggak usah bayar
  • Yang benar nih?
  • Iya, kamu kan pelajar, ambil saja..

Demikianlah kira-kira percakapan antara penulis dengan seorang pedagang di sebuah toko di kota Istanbul beberapa tahun lalu.

Kejadian seperti ini bukan hanya sekali, namun berkali-kali terjadi.. Sering kali pedagang menggratiskan sebuah barang atau setidaknya memberikan diskon jika yang membeli adalah seorang pelajar.

Jadi dalam logika mereka, sudah seharusnya pelajar itu untuk mendapatkan bantuan berupa potongan harga karena pelajar itu belum mapan ekonominya dan biasanya masih bergantung kepada kiriman dari orang tua 🙂

Fenomena unik ini lantas mengundang rasa penasaran saya akan asal muasal kedermawanan orang-orang Turki ini.

Setelah mencari informasi dari berbagai sumber, tampaknya salah satu sisi menarik yang masih berkaitan dengan hal ini adalah aspek historis bangsa Turki.

Iya, di dalam sejarahnya ternyata orang-orang Turki ini memang sudah terkenal dermawan sejak masa nenek moyang mereka dahulu.Pada masa Turki Usmani dulu ada sebuah media sedekah yang dikenal dengan nama “Sadaka Taşı” (baca : Sadaka Tasye) artinya “Batu Sedekah”.

Sadaka Taşı

Adapun fungsi dari batu tersebut adalah sebagai tempat menaruh uang yang ingin kita sedekahkan.

Sadaka taşı ini biasanya terletak di pojok tempat-tempat ramai seperti masjid dan pasar.

Orang-orang pada masa Turki Usmani biasanya meletakkan uang yang ingin mereka sedekahkan di atas batu ini ketika petang, sedangkan orang yang membutuhkan uang tersebut hanya akan mengambil uang dari Sadaka Taşı ini SECUKUPNYA saja.

Dengan cara ini, orang yang bersedekah pun terhindar dari riya, sementara itu orang yang membutuhkan juga tetap terjaga kehormatannya.

Kata pepatah Turki:

“İyilik yap denize at, balık bilmezse Halik (Allah) bilir.”

Artinya:

“Lakukanlah kebaikan, kemudian lemparlah ke laut, mungkin ikan tak akan tahu, tapi Allah pasti tahu”.

Jadi, di dalam beramal baik itu kita hendaknya menjauhi riya dan hendaknya kita hanya mengharap ridho Allah semata.

Namun sayangnya, saat ini hanya sedikit sekali Sadaka taşı yang dapat ditemukan, photo di atas hanyalah salah satu dari peninggalan yang masih tersisa, lokasinya di Doğancılar, Üsküdar, İstanbul.

Padahal menurut beberapa pakar sejarah Turki Usmani Prof. Dr. Ziya Kazıcı, di Istanbul saja setidaknya pada masa Turki Usmani dulu pernah ada 173 Sadaka taşı1, ini belum lagi termasuk yang ada di kota-kota lain seperti Bursa dan Konya yang juga merupakan kota besar sekaligus pusat kebudayaan pada masa Turki Usmani.

Lantas ke manakah perginya batu-batu tersebut? Apakah ini sebuah tanda akan mulai lunturnya nilai-nilai Islami yang pernah ada di hati umat Islam kala itu?

Entah lah, nilai-nilai Islam yang ada pada hari itu tampaknya sudah sangat berkurang atau bahkan hilang pada hari ini.

Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan oleh Mehmet Akif Ersoy (1873 -1936) dalam syairnya:

Kaç hakiki müslüman gördümse, hep makberdedir
Müslümanlık, bilmem amma, galiba göklerdedir

Artinya :

Berapa banyak Muslim Hakiki yang pernah saya lihat semuanya sudah di dalam kuburan
Saya tidak tahu masih ada di manakah Islam itu, mungkin adanya di langit.

Selain Sadaka Taşı, budaya unik warisan Turki Usmani lainnya adalah “Askıda Ekmek” yang berarti “Roti di tempat gantungan”.2

Pada masa Turki Usmani dulu, biasanya para penjual roti memiliki semacam keranjang yang terletak di pojok tokonya.

Para pembeli terkadang membayar roti dengan harga 2 kali lipat atau bahkan lebih dari harga asli yang ditetapkan oleh penjual toko, maksudnya adalah untuk menyedekahkan roti yang dibayar dengan uang lebih tadi kepada fakir miskin yang tak mampu membeli roti yang merupakan makanan pokok bagi mereka.

Maka setelah pembeli tadi pergi, penjual roti pun akan menaruh roti yang sudah dibayar tadi ke keranjang yang tergantung di pojok toko.

Dengan demikian, orang-orang fakir miskin yang tak memiliki uang pun tetap bisa memenuhi kebutuhan makanan pokok mereka dengan mengambil beberapa roti dari pojok toko tersebut.

Menariknya, seperti halnya pada Sadaka Taşı tadi, orang-orang fakir pada masa itu hanya mengambil roti sesuai dengan kebutuhan mereka saja.

Sejatinya, sikap dermawan seperti ini adalah salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang muslim, karena dalam sebuah hadis, Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ بِالْمُؤْمِنِ الَّذِيْ يَبِيْتُ شَبْعَانَا وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ (حديث صحيح رواه ابن حبان)

Bukanlah seorang mukmin (yang sempurna), orang yang bermalam dalam keadaan kenyang, sementara tetangga yang ada di sampingnya kelaparan.” (Hadis sahih riwayat Ibnu Hibban)

Artinya, sudah selayaknya bagi umat Islam untuk saling berbagi kepada sesama, karena keadaan kita di dunia ini adalah bagaikan perputaran roda.

Ada kalanya kita harus bersyukur tatkala sedang berada di atas, namun ada pula kalanya kita harus bersabar jika sedang berada di bawah.

Jika pada hari ini kita memiliki kemampuan untuk membantu orang lain, maka bisa jadi pada suatu hari nanti akan tiba giliran kita untuk membutuhkan bantuan orang lain.

1 Ziya Kazıcı, Osmanlıda Hayır Müesseseleri ve Sadaka Taşları, İnsani Yardım, Hal: 60-61.
2 http://www.bbc.com/travel/story/20191125-turkeys-ancient-tradition-of-paying-it-forward

Share
×
Assalamualaikum

Terima kasih telah berkunjung ke website Cahaya Rancamaya Islamic Boarding School. Silakan klik nama di bawah.

× Tanya Kami